Alamat


Alamat : Jalan Lamping No. 79 Kelurahan Gedong Panjang Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi. Telp. 0266-230582 Email adelamping3@yahoo.co.id Webblog : www.sdnlamping3.blogspot.com

Tulisanku

By Ade Sudarjat, S.Pd

PROFESIONALISME GURU
Guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

UU 20/2005 tentang Guru dan Dosen serta PP 19/2005 tentang Standarisasi Pendidikan menuntut seorang guru harus memiliki syarat-syarat sehingga layak dipandang sebagai guru profesional. Salah satu syarat tersebut adalah guru harus memiliki sertifikat atau semacam lisensi dari pemerintah pusat atau dari perguruan tinggi tertentu yang terakreditasi.

Menyikapi hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah mengambil langkah dengan melakukan uji kompetensi terhadap guru-guru. Uji kompetensi ini tidak bisa ditawar, karena telah dikatakan menjadi hukum wajib yang harus diikuti oleh semua guru. Berangkat dari sini akan dapat diklarifikasi, mana saja guru yang pantas menyandang status guru profesional dan mana yang belum pantas, sehingga ke depannya guru tersebut harus kembali dibekali sehingga kelak layak memperoleh sertifikat dan status guru profesional.

Guru untuk mendapatkan prestise dalam profesinya tidak lepas dari berbagai macam hambatan atau kendala baik yang bersipat intern atau ekstern yang membuat guru harus sentiasa bekerja keras untuk menghadapi masalah dan kendala tersebut.

Bila memahami dan mencermati latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan masalah yang bisa dibahas  diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Apa saja penyebab timbulnya berbagai macam kendala dan hambatan guru dalam mendapatkan profesionalisme guru ?
  • Apa saja hambatan profesionalisme guru ?
  • Bagaimana cara menganalisa hambatan profesionalisme seorang guru ?
  • Bagaimana cara pemecahan masalah dan cara menghadapai kendala dan hambatan profesionalisme seorang guru ?

Tujuan  penulisan Profesionalisme Guru dan Hambatanya adalah sebagai berikut :
  • Untuk mengetahui pemasalahan dan kendala profesionalisme seorang guru.
  • Untuk mengetahui cara menganalisa hambatan profesionalisme seorang guru.
  • Untuk mengetahui jalan keluar menghadapi hambatan profesionalisme seorang guru.
  • Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang meningkatkan profesionalisme seorang guru.
Masih rendahnya tingkat profesionalisme guru saat ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari internal guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.   Penghasilan yang diperoleh guru sudah memenuhi kebutuhan hidup harian keluarga secara mencukupi sebab bila dibanding upah standar sudah lebih dari cukup, tetapi pada kenyataannya kesejahteraan tersebut tidak sebanding dengan keinginan dan upaya untuk menambah pengetahuan dan informasi  karena tidak ada motivasi untuk untuk membeli buku, berlangganan koran, internet tidak tersedia.
b.  Kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya meningkatkan tingkat profesionalisme sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin tidak berpengaruh terhadap pendapatan yang diperolehnya. Kalaupun ada, hal itu tidak seimbang dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan serta tidak ada keinginan meningkatkan kualitas pribadi yang telah distandarkan oleh negara.
c.   Meledaknya jumlah lulusan sekolah guru dari tahun ke tahun. Hal itu merupakan akibat dari mudahnya pemerintah memberikan izin pendirian LPTK (Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan). Mereka yang tidak tertampung oleh pasar kerja kemudian mencoba menjadi guru, sehingga profesi ini menjadi pekerjaan yang murah.
Guru yang telah banyak menghasilkan para pemimpin, politisi dan ilmuwan serta serta berbagai profesi lainnya kini dianggap sebagai profesi murah  dan menjadi kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Hal ini bukanlah harus dilawan oleh guru secara fisik atau perang kata-kata agar yang lain mau mengakui dan menerima guru sebagai tenaga yang profesional yang berjasa bagi pembangunan negeri ini.
Pada dasarnya guru sebagai profesi sudah menekankan tanggung jawab pada profesi tersebut yang bila berhasil sesuai yang diharapkan sudah layak disebut professional tetapi pada saat ini keberhasilan guru dalam mendidik siswa siwai  sekolah sudah jauh dari yang diharapkan dan bila kita mencermati hal tersebut banyak faktor yang menyebabkan guru tidak professional diantaranya :
1.      Rendahnya prestise seperti loyalitas, kinerja, dedikasi dan totalitas menyikapi pofesi. Perekrutan yang asal-asalan apalagi kental dengan kondisi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme membuahkan hasil yang sangat buruk dari kualitas pristise pada profesi guru dan hal ini harus segera dihilangkan dengan komitmen yang jelas dari institusi yang terkait langsung.

2.    Manajemen yang lemah dengan tingkat formalitas yang tinggi.Upaya pemerintah meningkatkan kemampuan guru untuk menunjang profesionalisme sampai saat ini tidak henti-hentinya mulai dari sertifikasi dan berbagai macam pelatihan atau program pendidikan, tetapi permasalahan yang timbul dari para guru sendiri (Guru yang sudah jadi PNS), tidak sedikit yang belum siap dan program pemerintah sipatnya wajib sehingga banyak yang mengambil jalan pintas.
3.    Latar belakang niat dan tekad dalam mendapatkan profesi guru hanya mencari penghasilan. Banyak yang berprofesi sebagai guru hanya alasan ekonomis saja yaitu semata-mata mencari penghasilan sehingga tidak ada penjiwaaan dan tanggung jawab dalam pendidikan dan hasilnya pun jauh dari yang diharapkan.
4.      Pemahaman yang keliru tentang profesionalisme guru . Pemahaman guru sebagai profesi sering diartikan dengan timbal balik jasa dalam  bentuk materi yang dihasilkan sebanding dengan tingkat profesionalisme guru dan yang semakin salah adalah penghasilan profesi guru di negara kita dibandingkan dengan penghasilan profesi guru  di negara-negara lain yang sudah maju sehingga selalu merasa kecil dalam memperoleh penghasilan akibatnya  profesionalisme pun tidak perlu ditingkatkan yang akhirnya mutu pendidikan di negara kita semakin terpuruk.
Upaya dengan cara berkoar-koar untuk  mampu mengubah image yang telah melekat dari para guru justru malah semakin membuat posisi guru semakin terpojok. Yang harus dilakukan, guru justru harus memperlihatkan sikap profesional sebagai seorang pendidik, bukan hanya sebagai pengajar. Hanya melalui karya nyata dan sikap keseharian yang diperlihatkan oleh seorang gurulah yang mampu mengangkat harkat dan martabatnya serta diakuinya keprofesionalannya oleh masyarakat.
Pemenuhan kebutuhanPemenuhan kebutuhan hidup merupakan suatu yang harus diupayakan oleh setiap individu. Bagi seorang guru, kebutuhan hidupnya bukan hanya sandang, pangan, dan papan, melainkan juga kebutuhan untuk menambah wawasan dan pengetahuan agar dia mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta adat istiadat yang terus berkembang di tengah masyarakat.
Bagi kebanyakan guru, pemenuhan semua kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan dalam upaya meningkatkan profesionalisme masih menjadi suatu impian karena pendapatan mereka sebagai seorang guru belum mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Jangankan berpikir berlangganan koran, majalah atau internet dan menyediakan anggaran khusus untuk membeli buku secara rutin setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup rutin keluarganya yang paling mendasar pun masih kesulitan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kekurangan tersebut mereka berupaya sekuat tenaga untuk mencukupi dengan melakukan kerja sampingan secara serabutan.
Mengajar di banyak sekolah serta kerja sampingan yang bersifat fisik telah menjadi pilihan kebanyakan guru untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Hal ini jelas berakibat pada kurangnya waktu untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta perhatian kepada anak didik. Akibat dari kesibukan mereka untuk mencari tambahan penghasilan tersebut, seorang guru berubah fungsi dari seorang pendidik menjadi pengajar. Mereka hanya mengajarkan ilmu kepada anak didiknya, dengan kemampuan yang pas-pasan karena apa yang disampaikannya hanya mengacu pada buku teks.
Dengan demikian, tidak heran jika wawasan dan pengetahuan seorang guru berkenaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat tertinggal dibanding anak didik. Akibatnya, lembanga sekolah dan khususnya guru hanya dianggap sebagai pemberi angka nilai rapor dan tidak lebih dari itu. Murid lebih percaya kepada lembaga bimbingan belajar dan informasi yang diperoleh dari berbagai media informasi.
Penilaian atas rendahnya tingkat profesionalisme guru juga disebabkan oleh rendahnya minat guru terhadap dunia tulis-menulis. Mereka cenderung menyampaikan ide dan gagasan hanya melalui pembicaraan, bukan melalui tulisan ilmiah.
Padahal, penyampaian ide dan gagasan melalui tulisan akan terus memacu guru untuk membaca dan mencari sesuatu yang baru. Bahkan jika beruntung, tulisan kita dimuat di salah satu terbitan jelas akan mendatangkan pundi-pundi yang dapat menutupi kekurangan biaya hidup.
Rendahnya minat guru untuk menekuni dunia tulis-menulis banyak disebabkan oleh keengganan mereka untuk mencoba menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Dengan alasan kesulitan untuk memulai, takut tidak dimuat, takut ditertawakan dan hanya menghabiskan waktu. Padahal, pengetahuan dan wawasan yang dimiliki guru dari hasil studi panjang di pergurtuan tinggi, berbagai pelatihan dan pendidikan profesi serta hasil membaca dari berbagai media cetak dan buku-buku ilmiah dapat dijadikan dasar untuk memulai menulis dan meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan profesi pendidikan.
Pergeseran budaya dalam pendidikan, dari budaya mendengar dan mendongeng menjadi budaya membaca, menulis, dan diskusi perlu dilakukan. Melalui budaya membaca, menulis dan diskusi akan tumbuh kehidupan ilmiah dalam masyarakat kita. Jika budaya ini telah tumbuh pada diri setiap guru di Indonesia, insya Allah para guru di Indonesia dengan sendirinya akan diakui oleh masyarakat sebagai guru yang profesional karena mampu memperlihatkan kemampuannya kepada masyarakat secara nyata bukan hanya retorika. 
Saat ini sudah tidak ada alasan lagi untuk guru tidak sejahtera dan menjadi tidak profesional, dan guru tidak perlu menuntut penghargaan sebagai pahlawan tampa tanda   sebab sebagai profesional segala balas jasa disesuaikan dengan tingkat jasa yang diberikan dan marilah menumbuhkan bibit cinta tanah air dan berpikir untuk kepentingan negara dan bangsa sehingga bersedia berkorban untuk kecerdasan bangsa tidak terus berpikir kesejahteraan, fakta yang ada urutan Indek Pertumbuhan Manusia Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 108 dari 177 negara di  dunia jauh tertinggal dengan negara tetangga kita dan sementara hasil penelitian program pembangunan PBB (UNDP) tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, jauh dibandingkan dengan negara tetangga Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76) dan Philipina (77).
Mari Berjuang, Bapak, Ibu Guru Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikanlah tanggapan pada kami dan kami sangat menunggu kritik dan saran dari anda supaya kami lebih giat berusaha dan bekerja keras untuk memajukan pendidikan di sekolah kami